BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mahasiswa
adalah salah satu elemen penting yang diharapakan dapat melakukan perubahan dan
memberikan kontribusi nyata terhadap bangsa dan negaranya. Menjadi mahasiswa
seharusnya menjadi langkah awal yang nyata untuk melakukan perubahan. Rasa
idealisme yang ada pada diri mahasiswa sudah seharusnya di dukung oleh seluruh
masyarakat sebagai salah satu alat aspirasi masyarakat untuk membawa bangsa ke
arah yang lebih baik.
Namun
melihat fenomena yang ada sekarang ini, pemerintah cenderung mematikan karakter
para mahasiswa dengan menerapkan kurikulum-kurikulum yang sekuler yang
menjadikan mahasiswa sibuk mementingkan kepentingan dirinya sendiri yakni
bagaimana cara mendapat nilai yang baik, lulus tepat waktu, dan bekerja di
perusahaan dengan mendapat gaji besar, bahkan saat ini mahasiswa lebih merasa
bangga ketika mereka lulus dan bekerja di negara asing. Tidakkah mereka ingin
memberikan kontribusinya kepada bangsa ini? Mereka dididik di tanah air hanya
untuk melakukan perbaikan di negara lain. Sungguh itu merupakan realita yang
menyedihkan.
Pemerintah
yang merasa kedaulatannya terancam oleh semangat dan rasa idealisme tinggi para
mahasiswa kini menerapkan kurikulum-kurikulum sekuler menjadikan mahasiswa
disibukkan dengan kepentingan materi kuliah sehingga mahasiswa tidak lagi
peduli terhadap apa yang terjadi di lingkungan mereka. Hal ini yang menjadikan
mahasiswa Indonesia seperti hidup dalam pemerintahan yang dikatator.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran mahasiswa dalam
pelaksanaan perannya sebagai agen perubahan?
2. Apa sajakah faktor penyebab
mahasiswa menjadi peka terhadap berbagai permasalahan kemasyarakatan?
3. Apakah problematika yang menghambat
pelaksanaan peran mahasiswa sebagai agen perubahan?
4. Bagaimana solusi atas problematika
tersebut?
C. Tujuan
Tujuan dari
makalah ini adalah sebagai persyaratan wajib untuk mengikuti PKD yang di adakan
oleh PMII Komisariat STIMIK Handayani.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Definisi Mahasiswa
Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
(Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan
tinggi. Montogmery dalam Papalia dkk (2007) menjelaskan bahwa perguruan tinggi
atau universitas dapat menjadi sarana atau tempat untuk seorang individu dalam
mengembangkan kemampuan intelektual, kepribadian, khususnya dalam melatih
keterampilan verbal dan kuantitatif, berfikir kritis dan moral reasoning.
Mahasiswa merupakan satu golongan dari masyarakat yang
mempunyai dua sifat, yaitu manusia muda dan calon intelektual, dan sebagai
calon intelektual, mahasiswa harus mampuu untuk berfikir kritis terhadap
kenyataan sosial, sedangkan sebagai manusia muda, mahasiswa seringkali tidak
mengukur resiko yang akan menimpa dirinya (Djodjodibroto, 2004). Mahasiswa dalam
perkembangannya berada pada kategori remaja akhir yang berada dalam rentang
usia 18-21 tahun (Monks dkk, 2001). Menurut Papalia, dkk. (2007), usia ini
berada dalam tahap perkembangan dari remaja atau adolescence menuju dewasa muda atau young adulthood. Pada usia ini, perekembangan individu ditandai
dengan pencarian identitas diri, adanya pengaruh dari lingkungan, serta sudah
mulai membuat keputusan terhadap pemilihan pekerjaan atau karirnya.
Lebih jauh, menurut Ganda (2004), mahasiswa adalah individu
yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana
didalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi oleh kemampuan
mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya diantara mahasiswa ada yang
sudah bekerja atau disibukkan oleh kegiatan kemahasiswaan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Peran
Mahasiswa
Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia,
mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan.
Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI)
tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak
sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa
telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan
energi “perlawanan” dan bersikap kritis membela kebenaran dan keadilan. Kaum
minoritas berintelekual ini sebenarnya merupakan tulang punggung pembangun
bangsa dan negara menuju perubahan kearah yang lebih baik lagi.
Siapa itu mahasiswa yang sebenarnya ? Suatu pertanyaan yang
akhir-akhir ini muncul dengan adanya dinamika yang terjadi dalam kehidupan
mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa yang digambarkan sebagai sosok yang muda,
berintelektual dan kritis seakan semakin luntur dari waktu ke waktu. Hal
seperti ini terjadi karena adanya kegagalan pemahaman peran dan fungsi
mahasiswa yang telah keluar dari koridor. Kegagalan pemahaman tersebut terlihat
dari adanya penyimpangan sikap, gaya hidup, pencapaian cita-cita yang tinggi
tanpa didasari usaha nyata dan integritas kehidupan mahasiswa yang tidak lagi
mencerminkan dan tidak terarah terhadap perjuangan mahasiswa itu sendiri.
Mahasiswa saat ini seakan lupa siapa dirinya dan untuk apa
mereka mengenyam pendidikan sampai level paling tinggi di dunia pendidikan.
Pola pikir semacam ini wajar adanya karena memang perubahan zaman yang luar
biasa pada saat ini. Paham-paham seperti ini semakin tumbuh berkembang dalam
diri mahasiswa seiring dengan pencarian jati dirinya. Bahkan sampai dengan saat
ini masih ada mahasiswa yang bingung tentang jati dirinya dan kebingungan dalam
menentukan arah kehidupan selanjutnya.
Kini kita bisa menyaksikan dengan mudah betapa banyaknya
organisasi atau kelompok mahasiswa dibentuk, tetapi kegiatan tersebut sangat
minim dengan keilmuan, perjuangan dan tanggung jawab sosial, sehingga mereka
tidak memiliki kemampuan untuk merubah keadaan atau setidaknya menyadarkan
identitas sebagai mahasiswa. Sehingga yang terjadi justru mahasiswa yang diatur
oleh keadaan dan mereka telah melupakan jati dirinya. Padahal masa depan negara
ini menjadi pengaruhnya.
B. Mahasiswa
sebagai Agen Perubahan
Semua mahasiswa dari segala cabang keilmuan seharusnya sadar
bahwa ia merupakan calon-calon pemimpin bangsa sebagai agent of change dimasyarakat dan dapat resisten terhadap berbagai
macam godaan yang merubah polapikir mahasiswa saat ini. Mahasiswa yang sadar
pasti akan merasakan bahwa bangku kuliah yang dia enyam saat ini merupakan the real education pendidikan yang penuh
warna dan pertarungan pembentukan jati diri dengan intelktualitas cara berpikir.
Sistem yang telah berhasil menutup ruang gerak mahasiswa
sekarang ini mampu menghipnotis pola pikir mahasiswa, kegiata-kegiatan ilmiah,
tanggungjawab dan kepekaan terhadap kondisi sosial mahasiswa telah menjadi
budaya mahasiswa seperti kegiatan diskusi, kajian, seminar, emgontrol
pemerintah, kepekaan dan empati sosial hilang dalam kehidupan mahasiswa.
Menurut Arbi Sanit, ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa
peka dengan permasalahan kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk
melakukan perubahan :
1. Sebagai kelompok masyarakat yang
memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat
bergerak di antara semua lapisan masyarakat.
2. Sebagai kelompok masyarakat yang
paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi
politik terpanjang di antara angkatan muda.
3. Kehidupan kampus membentuk gaya
hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi diantara mereka.
4. Mahasiswa sebagai golongan yang akan
memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki
kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit di
kalangan kaum muda.
5. Seringnya mahasiswa terlibat dalam
pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat,
memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang
karier.
Disamping
itu ada dua bentuk sumber daya yang dimiliki mahasiswa dan dijadikan energi
pendorong gerakan mereka :
1. Ilmu pengetahuan yang diperoleh baik
melalui mimbar akademis atau melalui kelompok-kelompok diskusi dan
kajian. Kedua, sikap idealisme yang lazim menjadi ciri khas mahasiswa.
2. Potensi sumber daya tersebut
‘digodok’ tidak hanya melalui kegiatan akademis didalam kampus, tetapi juga
lewat organisasi-organisasi ekstra universitas yang banyak terdapat di hampir
semua perguruan tinggi.
Peran sejarah cukup besar dimainkan oleh kaum muda,
sebagaimana secara tepat digambarkan Arbi Sanit. Menurut Arbi Sanit (1989), ada
dua peranan pokok yang selalu tampil mewarnai sejarah aktifitas mahasiswa
selama ini, yakni: Sebagai kekuatan korektif terhadap penyimpangan yang terjadi
di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kedua, Sebagai pencetus kesadaran
masyarakat luas akan problema yang ada dan menumbuhkan kesadaran itu untuk
menerima alternatif perubahan yang dikemukakan atau didukung oleh mahasiswa itu
sendiri, sehingga masyarakat berubah ke arah kemajuan.
Dua peranan pokok inilah yang sesungguhnya dijalankan oleh
para mahasiswa, atau pun kaum terpelajar umumnya, di zaman kolonial clan yang
kemudian diperankan juga oleh generasi berikutnya sampai saat ini. Kendatipun
demikian, tidak dapat disangkal bahwa saat ini semakin dirasakan menurunnya
daya pengaruh gerakan mahasiswa terhadap perubahan masyarakat umumnya, maupun
terhadap proses pengambilan keputusan. Setelah berhasil menggulingkan lokomotif
rezim otoriter Orde Baru, Suharto, perubahan substansial dari cara-cara Orde
Baru tidak mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan yang timbul adalah
kecenderungan berbedanya arah gerakan sebagian mahasiswa dengan apa yang tengah
diperjuangkan masyarakat lewat lembaga politik formalnya. Tentu saja realitas
ini tidaklah dilihat dalam term
“benar salah”, sebab hal tersebut
lebih merupakan suatu konsekuensi logis dari proses perubahan masyarakat itu
sendiri.
Di Indonesia terdapat lima organisasi mahasiswa ekstra
universitas atau sering dinamakan ormas mahasiswa, yang cukup menonjol, yaitu
HMI Dipo (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), HMI MPO (Himpunan Mahasiswa
Islam Majelis Penyelamat Organisasi) dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia). Kesemuanya menarik untuk dikaji karena sama-sama membawa label
Islam sebagai identitas organisasinya, namun memiliki corak wacana dan strategi
perjuangan yang khas.
Problematika pertama menyangkut gejala
‘diskontinuitas’ sumber cumber rekruitment kader pimpinan dengan
ladang ‘orbitasi’ kader. Selama ini, setuju atau tidak, sumber-sumber rekruitment
kader pimpinan mahasiswa yang potensial adalah organisasi mahasiswa ekstra universiter/institutes, sernentara
ladang orbitasi kader yang subur adalah lembaga kemahasiswaan intra universiter/institutes. Keadaan ini
berjalan secara baik dan dinamis sampai sekitar awal 1978, ketika pemerintah
memberlakukan kebijaksanaan NKK/BKK. Lepas dari maksud kependidikan yang
menyertainya, tidak dapat diingkari bahwa pelaksanaan kebijaksanaan tersebut,
terutama proses restrukturisasi lembaga kemahasiswaan membawa dampak yang luas,
yang langsung menyebabkan ladang orbitasi yang subur itu semakin kurus saja.
‘Zat zat hara’ yang selama ini menggemukkan dinamika mahasiswa, semakin
dikuras. Pada saat berikutnya, sumber cumber rekruitment yang
potensial ikut mengalami nasib yang serupa. Lembaga kemahasiswaan ekstra universiter semakin diciutkan
peranannya.
Problematika kedua, justru merupakan akibat langsung
dari problematika pertama, yakni semakin terbukanya dunia kemahasiswaan
terhadap ‘intervensi’ kepentingan kepentingan lain yang kadang kadang
destruktif adanya. Bisa kita bayangkan runyamnya keadaan, jika di satu sisi
para kader tidak lagi dipersiapkan di sumber-sumber rekruitment secara
terkonsentrasi, sementara ladang orbitasi pun tidak lagi terlalu subur. Sulit
untuk dibantah bahwa dasar bagi restrukturisasi lembaga kemahasiswaan yang
dilakukan tahun 1978 adalah upaya untuk mencegah konsentrasi mahasiswa di
tingkat universitas dan antaruniversitas sebagai suatu kekuatan pendobrak. Jadi
sangat politis. Tetapi yang kurang diperhitungkan ialah, di samping
tereliminasinya salah satu substansi pembangunan pendidikan yaitu pembentukan
kepribadian, juga terpecahnya mahasiswa ke dalam puluhan atau bahkan ratusan
lembaga non afiliatif yang justru membuat kerepotan baru bagi para
penentu kebijaksanaan politik pendidikan
C. Faktor-faktor
Penghambat Lunturnya Pergerakan Mahasiswa sebagai Agen Perubahan
Ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab melemahnya gerakan mahasiswa yakni ;
1.
lunturnya ideologi
gerakan
Saat
ini gerakan mahasiswa telah kehilangan ideologi sehingga stigma mahasiswa yang
terjun di berbagai organisasi kampus baik intra maupun eksra sudah mengalami
titik kejenuhan dan kebosanan. Hal itu mengakibatkan lunturnya rasa
sensitivisme serta responsbility
aktivis mahasiswa terhadap perubahan sosial, dampaknya adalah gerakan mahasiswa
mengalami disorientasi .
2.
Gerakan mahasiswa
sudah tidak dianggap sebagai kekuatan besar dalam mengawal perubahan
Hal
tersebut bisa kita lihat dari berbagai gerakan mahasiswa lewat berbagai aksi
demonstrasi yang jarang menghasilkan perubahan yang signifikan. Suara
mahasiswa sebagai manifestasi suara rakyat sudah tidak mempan dalam melakukan
kritik serta kontrol terhadap kinerja pemerintah. Hal itulah yang pada akhirnya
menjadikan gerakan mahasiswa menjadi semakin tumpul.
3.
Sudah tidak ada lagi kebanggaan menjadi seorang
aktivis
Gerakan mahasiswa selalu identik
dengan para aktivis kampus, namun saat ini menjadi seorang aktivis kampus
bukanlah menjadi pilihan utama mahasiswa karena dianggap sebagai batu sandungan
dalam meraih prestasi akademik. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika saat ini
jumlah aktivis kampus semakin sedikit.
4.
Adanya tindakan represif dari pemerintah
Sebagai langkah preventif untuk
menangkal setiap gerakan mahasiswa, saat ini pemerintah lebih memilih tindakan
yang represif. Tak jarang kekerasan fisik dilakukan aparat pemerintah untuk
mencegah aksi dan gerakan mahasiswa. Sehingga tidak mengherankan jika gerakan
mahasiswa menjadi melemah karena adanya rasa takut akan eksistensi dan
keselamatan jiwa para aktivis.
5. Minimnya dukungan dari masyarakat
Gerakan mahasiswa yang sering
berakhir dengan kericuhan, serta seringnya mahasiswa melakukan pengrusakan
terhadap berbagai fasilitas umum saat melakukan aksi-aksi demonstrasi
menjadikan citra mahasiswa menjadi menurun di mata masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan
kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap gerakan mahasiswa semakin memudar.
6. Adanya politik kepentingan mahasiswa
Saat
ini orientasi mahasiswa dalam melakukan gerakan bukan lagi murni berjuang demi
kepentingan rakyat melainkan lebih dikarenakan adanya politik kepentingan. Hal
itulah yang menjadikan pola pikir mahasiswa menjadi pragmatis, dan hanya
memikirkan soal untung-rugi.
D. Mambangkitkan Peran
Pergerakan Mahasiswa
1. Mengasah Kemampuan Reflektif
Dalam mengembangkan perannya, kaum muda Indonesia perlu
mengasah kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan hanya
dapat dilakukan karena adanya agenda refleksi (reflection) dan aksi (action)
secara sekaligus. Daya refleksi kita bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti
fisik melalui buku, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun
bacaan kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin
luas dan mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita
terima, makin luas dan mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah.
Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk
ditekuni oleh setiap anak bangsa, terutama anak-anak muda masa kini.
2.
Membangun
Kebiasaan Bertindak Efektif
Di samping kemampuan reflektif, kaum muda Indonesia juga
perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan
benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Kemajuan bangsa kita tidak hanya
tergantung kepada wacana, ‘public discourse’, tetapi juga agenda aksi yang nyata.
Jangan hanya bersikap “NATO”, “Never Action, Talking Only” seperti kebiasaan
banyak kaum intelektual dan politikus amatir negara miskin. Kaum muda masa kini
perlu membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif
daripada hanya berwacana tanpa implementasi yang nyata.
3.
Melatih
Kemampuan Kerja Teknis
Hal lain yang juga perlu dikembangkan menjadi kebiasaan di
kalangan kaum muda kita ialah kemampuan untuk bekerja teknis, detil atau rinci.
“The devil is in the detail”, bukan semata-mata dalam tataran konseptual yang
bersifat umum dan sangat abstrak. Dalam suasana sistim demokrasi yang membuka
luas ruang kebebasan dewasa ini, gairah politik di kalangan kaum muda sangat
bergejolak. Namun, dalam wacana perpolitikan, biasanya berkembang luas kebiasaan
untuk berpikir dalam konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak. Pidato-pidato,
ceramah-ceramah, perdebatan-perdebatan di ruang-ruang publik biasanya diisi
oleh berbagai wacana yang sangat umum, abtrask dan serba enak didengar dan
indah dipandang. Akan tetapi, semua konsep-konsep yang bersifat umum dan
abstrak itu baru bermakna dalam arti yang sebenarnya, jika ia dioperasionalkan
dalam bentuk-bentuk kegiatan yang rinci.
Sebaiknya, kaum muda Indonesia, untuk berperan produktif di
masa depan, hendaklah melengkapi diri dengan kemampuan yang bersifat teknis dan
mendetil agar dapat menjamin benar-benar terjadinya perbaikan dalam kehidupan
bangsa dan negara kita ke depan. Bayangkan, jika semua anak muda kita terjebak
dalam politik dan hanya pandai berwacana, tetapi tidak mampu merealisasikan
ide-ide yang baik karena ketiadaan kemampuan teknis, ketrampilan manajerial
untuk merealisasikannya, sungguh tidak akan ada perbaikan dalam kehidupan
kebangsaan kita ke depan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Peran mahasiswa bagi bangsa dan negeri ini bukan hanya duduk
di depan meja dan dengarkan dosen berbicara, akan tetapi mahasiswa juga
mempunyai berbagai perannya dalam melaksanakan perubahan untuk bangsa
Indonesia, peran tersebut adalah sebagai generasi penerus yang melanjutkan dan
menyampaikan nilai-nilai kebaikan pada suatu kaum, sebagai generasi pengganti
yang menggantikan kaum yang sudah rusak moral dan perilakunya, dan juga sebagai
generasi pembaharu yang memperbaiki dan memperbaharui kerusakan dan
penyimpangan negatif yang ada pada suatu kaum.
Peran ini senantiasa harus terus terjaga dan terpartri
didalam dada mahasiswa Indonesia baik yang ada didalam negeri maupun mahasiswa
yang sedang belajar diluar negeri. Apabila peran ini bisa dijadikan sebagai
sebuah pegangan bagi seluruh mahasiswa Indonesia, “ruh perubahan” itu tetap
akan bisa terus bersemayam dalam diri seluruh mahasiswa Indonesia.
B.
Saran
Pada bagian ini penyusun ingin mengajak yang dalam hal ini
ditujukan kepada para generasi muda pelajar dan mahasiswa, para Dosen dan Guru,
seluruh elemen pemerintah baik yang ada di daerah maupun yang ada di pusat
serta seluruh lapisan masyarakat Indonesia secara luas agar tetap bersatu demi
mempertahankan keutuhan NKRI. Terkadang masalah sepele akan menjadi kompleks
jika tidak ada solidaritas di antara sesama kita. Penyusun berharap tak akan
ada lagi perselisihan di negeri kita tercinta sehingga cita-cita bangsa
Indonesia akan tercapai.
Pepatah dalam bahasa Inggris mengatakan Student Today, Leader Tomorrow. Penyusun meyakini bahwa kunci
tercapainya cita-cita itu ada di tangan para generasi muda. Oleh karena itu,
tetaplah semangat dalam meraih apa yang telah menjadi tujuan hidup kita.
DAFTAR PUSTAKA
Zubaidi
Ahmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.Diktat Kuliah.
MAKALAH
(PELATIHAN
KADER DASAR)
“Ke-
Mahasiswaan”

Disusun Oleh:
INDRIANI FITHRIAH RAZAK
RAYON FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
KOMISARAT UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
CABANG MAKASSAR
2016/2017